Selain terkenal karena pesona dan keindahan alamnya, tidak dapat dipungkiri banyak juga tempat Pariwisata di Indonesia semakin terkenal dan diminati setelah mendengar cerita-cerita legenda yang ada ditempat tersebut.
Seperti yang terdapat di tempat wisata di sekitar Gunung Kerinci, Provinsi Jambi. Ekotisme Kabupaten Kerinci, Jambi, yang ditetapkan sebagai kabupaten wisata oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata tidak saja terpancar dari alamnya yang elok atau budaya masyarakatnya yang unik.
Kawasan wisata kerinci juga dibumbui cerita tentang sosok makluk misterius yang oleh masyarakat setempat disebut “orang pandak” (orang pendek).
Kemisteriusannya mirip keberadaan “yeti” di Pegunungan Himalaya dan “big foot” di hutan Amerika-Meksiko. Warga menyakini keberadaan mahkluk itu walau sulit dibuktikan keberadaannya.
Sosok berwujud aneh yang konon hidup di dalam kawasan rimba belantara Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), khususnya di Blok Gunung Tujuh, itu menjadi magnet khusus bagi wisatawan dan peneliti internasional.
Seperti yang terdapat di tempat wisata di sekitar Gunung Kerinci, Provinsi Jambi. Ekotisme Kabupaten Kerinci, Jambi, yang ditetapkan sebagai kabupaten wisata oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata tidak saja terpancar dari alamnya yang elok atau budaya masyarakatnya yang unik.
Kawasan wisata kerinci juga dibumbui cerita tentang sosok makluk misterius yang oleh masyarakat setempat disebut “orang pandak” (orang pendek).
Kemisteriusannya mirip keberadaan “yeti” di Pegunungan Himalaya dan “big foot” di hutan Amerika-Meksiko. Warga menyakini keberadaan mahkluk itu walau sulit dibuktikan keberadaannya.
Sosok berwujud aneh yang konon hidup di dalam kawasan rimba belantara Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), khususnya di Blok Gunung Tujuh, itu menjadi magnet khusus bagi wisatawan dan peneliti internasional.
Awal tahun 1900-an, dimana saat itu Indonesia masih merupakan jajahan Belanda, tak sedikit pula laporan datang dari para WNA. Namun yang paling terkenal adalah Kesaksian Mr. Van Heerwarden di tahun 1923. Mr. Van Heerwarden adalah seorang zoologiest, dan disekitar tahun itu ia sedang melakukan penelitian di kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat.
Pada suatu catatan kisahnya, ia menuliskan mengenai pertemuannya dengan beberapa makhluk gelap dengan banyak bulu di badan. Tinggi tubuh mereka ia gambarkan setinggi anak kecil berusia 3-4 tahun, namun dengan bentuk wajah yang lebih tua dan dengan rambut hitam sebahu. Mr. Heerwarden sadar mereka bukan sejenis siamang maupun perimata lainnya.
Ia tahu makhluk-makhluk itu menyadari keberadaan dirinya saat itu, sehingga mereka berlari menghindar. Satu hal yang membuat Mr. Heerwarden tak habis pikir, semua makhluk itu memiliki persenjataan berbentuk tombak dan mereka berjalan tegak. Semenjak itu, Mr. Heerwarden terus berusaha mencari tahu makhluk tersebut, namun usahanya selalu tidak berbuah hasil.
Pada suatu catatan kisahnya, ia menuliskan mengenai pertemuannya dengan beberapa makhluk gelap dengan banyak bulu di badan. Tinggi tubuh mereka ia gambarkan setinggi anak kecil berusia 3-4 tahun, namun dengan bentuk wajah yang lebih tua dan dengan rambut hitam sebahu. Mr. Heerwarden sadar mereka bukan sejenis siamang maupun perimata lainnya.
Ia tahu makhluk-makhluk itu menyadari keberadaan dirinya saat itu, sehingga mereka berlari menghindar. Satu hal yang membuat Mr. Heerwarden tak habis pikir, semua makhluk itu memiliki persenjataan berbentuk tombak dan mereka berjalan tegak. Semenjak itu, Mr. Heerwarden terus berusaha mencari tahu makhluk tersebut, namun usahanya selalu tidak berbuah hasil.
Sekedar informasi, Orang pendek ini masuk kedalam salah satu studi Cryptozoolgy, begitulah yang saya dapatkan dari beberapa sumber. Ekspedisi pencarian Orang Pendek sudah beberapa kali di lakukan di Kawasan Kerinci, Salah satunya adalah ekspedisi yang didanai oleh National Geographic Society. National Geographic sangat tertarik mengenai legenda Orang Pendek di Sumatera, beberapa peneliti telah mereka kirimkan kesana untuk melakukan penelitian mengenai makhluk tersebut.
Sejauh ini, para saksi yang mengaku pernah melihat Orang Pendek menggambarkan tubuh fisiknya sebagai makhluk yang berjalan tegap (berjalan dengan dua kaki) tinggi sekitar satu meter (diantara 85 cm hingga 130 cm) dan memiliki banyak bulu diseluruh badan. Bahkan tak sedkit pula yang menggambarkannya dengan membawa berbagai macam peralatan berburu, seperti semacam tombak.
Banyak turis, pecinta alam, dan ilmuan yang datang ke Kerinci bermaksud meneliti atau sekadar ingin bertemu makluk tersebut, kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kerinci Arlis Harun.
“Setidaknya, mereka sudah senang jika bertemu dengan tanda-tanda keberadaan makhluk itu,” katanya.
Selain itu, mahkluk itu disebut juga punya kemampuan telepatis (komunikasi supranatural), telekinetis (menggerakkan atau mendiamkan benda-benda dengan pikiran dan tatapan), dan teleportis (berpindah dengan cepat dari satu tempat ke tempat lain).
Bagi warga Kerinci, orang pandak bukan mitos. Mereka mengaku kerap bertemu dengan makluk yang memiliki kaki terbalik itu dalam kegiatan keseharian mereka, khususnya bagi mereka yang menjadi petani dan pemburu. Pertemuan berlangsung di ladang atau di tengah hutan.
Para pendaki gunung pun banyak yang mengaku pernah berjumpa dengan mahkluk tersebut walaupun mereka baru menyadarinya belakangan.
Ketika bertemu, begitu cerita yang beredar, para pendaki umumnya tidak menyadari keberadaan makhluk itu, karena berdasarkan pengakuan mereka mahkluk itu lebih mirip dengan kera.
Sejauh ini, para saksi yang mengaku pernah melihat Orang Pendek menggambarkan tubuh fisiknya sebagai makhluk yang berjalan tegap (berjalan dengan dua kaki) tinggi sekitar satu meter (diantara 85 cm hingga 130 cm) dan memiliki banyak bulu diseluruh badan. Bahkan tak sedkit pula yang menggambarkannya dengan membawa berbagai macam peralatan berburu, seperti semacam tombak.
Banyak turis, pecinta alam, dan ilmuan yang datang ke Kerinci bermaksud meneliti atau sekadar ingin bertemu makluk tersebut, kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kerinci Arlis Harun.
“Setidaknya, mereka sudah senang jika bertemu dengan tanda-tanda keberadaan makhluk itu,” katanya.
Selain itu, mahkluk itu disebut juga punya kemampuan telepatis (komunikasi supranatural), telekinetis (menggerakkan atau mendiamkan benda-benda dengan pikiran dan tatapan), dan teleportis (berpindah dengan cepat dari satu tempat ke tempat lain).
Bagi warga Kerinci, orang pandak bukan mitos. Mereka mengaku kerap bertemu dengan makluk yang memiliki kaki terbalik itu dalam kegiatan keseharian mereka, khususnya bagi mereka yang menjadi petani dan pemburu. Pertemuan berlangsung di ladang atau di tengah hutan.
Para pendaki gunung pun banyak yang mengaku pernah berjumpa dengan mahkluk tersebut walaupun mereka baru menyadarinya belakangan.
Ketika bertemu, begitu cerita yang beredar, para pendaki umumnya tidak menyadari keberadaan makhluk itu, karena berdasarkan pengakuan mereka mahkluk itu lebih mirip dengan kera.
Manajer Lapangan Pelestarian Harimau Sumatera TNKS Dian Risdianto mengakui cerita tentang misteri orang pandak memang menarik minat para ilmuan internasional untuk menelitinya.
Namun hingga kini keberadaan mahkluk tersebut masih tetap misterius, kata dia, pasalnya para petugas Polhut yang berpatroli dan mengaku berjumpa makluk itupun tidak punya bukti.
“Secara ilmiah, kita menduga makluk tersebut mungkin tarsius, sejenis monyet terkecil di dunia yang hanya sebesar katak, yang juga ditemukan ada dalam rimba TNKS,” katanya.
Di lain sisi, kata Irvan, TNKS memang menyimpan jutaan misteri yang mulai tergali satu per satu berkat penelitian. “Ini bukti kekayaan keanekaragaman hayati yang dimiliki dan tersembunyi dalam TNKS Kerinci menungu untuk digali dan terus diteliti,” ujarnya.
Hasil penelitian itu, misalnya tarsius, yang sebelumnya dilaporkan hanya ditemukan di hutan Amazon di Brasil, di hutan Papua, dan di Sulawesi, ternyata juga ada di TNKS.
Yang baru terungkap di TNKS adalah ditemukannya kembali kucing emas, satwa langka yang sebelumnya dinyatakan telah punah.
Namun hingga kini keberadaan mahkluk tersebut masih tetap misterius, kata dia, pasalnya para petugas Polhut yang berpatroli dan mengaku berjumpa makluk itupun tidak punya bukti.
“Secara ilmiah, kita menduga makluk tersebut mungkin tarsius, sejenis monyet terkecil di dunia yang hanya sebesar katak, yang juga ditemukan ada dalam rimba TNKS,” katanya.
Di lain sisi, kata Irvan, TNKS memang menyimpan jutaan misteri yang mulai tergali satu per satu berkat penelitian. “Ini bukti kekayaan keanekaragaman hayati yang dimiliki dan tersembunyi dalam TNKS Kerinci menungu untuk digali dan terus diteliti,” ujarnya.
Hasil penelitian itu, misalnya tarsius, yang sebelumnya dilaporkan hanya ditemukan di hutan Amazon di Brasil, di hutan Papua, dan di Sulawesi, ternyata juga ada di TNKS.
Yang baru terungkap di TNKS adalah ditemukannya kembali kucing emas, satwa langka yang sebelumnya dinyatakan telah punah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar